KARAKTERISTIK EKOSISTEM PERAIRAN PAYAU
(Studi Kasus : Estuaria Blanakan, Subang)
ABSTRAK
Praktikum kali ini bertujuan agar praktikan dapat menjelaskan dan mendiskripsikan komponen-komponen penyusun ekosistem perairan payau yang terdiri dari berbagai parameter, yaitu: parameter fisika, kimia, dan biologi serta interaksi yang terjadi antarkomponen tersebut. Metode yang dilakukan pada praktikum ini diawali dengan menentukan stasiun pengamatan (pengambilan sampel di lapang), analisis laboratorium (pengukuran terhadap parameter fisika, biologi, dan kimia), dan analisis data. Dari hasil pengukuran didapatkan data kisaran suhu sekitar 28,5-29 oC dengan rataan 28,83 oC; kedalaman rata-rata 61,1 cm dengan kisaran 43-80 cm; nilai kecerahan antara 18,83-21,83 cm dengan rataan 20,22 cm; tipe substrat lumpur yang sangat halus dan bau dengan warna perairan coklat keruh; salinitas 20 ppm; serta nilai pH 7. Populasi bakau yang paling banyak ditemukan adalah jenis Avicennia, sedangkan Rhizosolenia shrubsolei adalah parameter biologi yang paling banyak ditemukan dari jenis fitoplankton.
PENDAHULUAN
Istilah mangrove sebagai hidupan liar atau tumbuh-tumbuhan berasal dari bahasa Melayu ”manggi-manggi” yaitu jenis mangrove merah dari marga Rhizophora (Murdiyanto dalam Munjilah, 2005). Nybakken dalam Munjilah (2005) mendefinisikan hutan mangrove suatu komoditas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak yang memiliki kemampuan untuk tumbuh di lingkungan laut. Ekosistem hutan mangrove merupakan bagian dari ekosistem estuaria. Odum (1971) menyatakan bahwa ekosistem estuari antara lain muara sungai, teluk, rawa pasang surut, dan rawa-rawa di belakang penghalang. Tumbuhan mangrove yang tumbuh lebat dan bersifat agresif, cepat menyebar, dan menutupi daratan estuaria.
Blanakan adalah wilayah estuaria dan hutan mangrove yang diamati pada praktikum lapang Minggu, 23 November 2008. Terletak di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Perairan Blanakan ini merupakan tempat bermuaranya empat buah sungai, yaitu: Sungai Cimalaya, Sungai Pepetan, Sungai Blanakan, dan Sungai Ciasem. Oleh karena itu, perairan Blanakan berpotensi menjadi tempat masuknya air buangan yang berasal dari aktivitas pertanian tanaman pangan, dan aktivitas perikanan yang meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya tangkap. Di sepanjang pantai perairan Blanakan tersebut terdapat hutan mangrove dari Sungai Cimalaya sampai ke Sungai Ciasem (Prawuri, 2005).
Tujuan dari pengamatan ini adalah mengamati karakteristik Estuaria Blanakan serta komponen-komponen penyusunnya. Interaksi yang terjadi pada estuaria berbentuk rantai makanan yang terdiri dari detritus (berperan sebagai produser), mikroorganisme (konsumen I), karnivora (konsumen II), dan yang terakhir adalah bakteri pengurai (detritus) (Wirakusumah,1992).